Sejarah Tugu Yogyakarta
Sejarah Tugu Yogyakarta | Tugu Jogja atau yang lebih dikenal sebagai Tugu Malioboro ini mempunyai nama lain: Tugu Golong Gilig atau Tugu Pal Putih (white paal)
merupakan penanda batas utara kota tua Jogja. Tugu Jogja bukanlah tugu
sembarang tugu, tapi tugu jogja ini adalah tugu yang memiliki mitos yang
sangat bersejarah dan sejuta misteri di dalamnya, sehingga menjadi
salah satu keistimewaan yang dimiliki kota Jogja.
Tugu ini dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, pendiri kraton Yogyakarta yang mempunyai nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis menghubungkan Laut Selatan, Kraton Jogja dan Gunung Merapi.
Tugu ini dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, pendiri kraton Yogyakarta yang mempunyai nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis menghubungkan Laut Selatan, Kraton Jogja dan Gunung Merapi.
Pada saat awal berdirinya,
bangunan ini secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti,
semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan.
Semangat persatuan atau yang disebut golong gilig itu tergambar jelas
pada bangunan tugu, tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya
berbentuk golong (bulat), hingga akhirnya dinamakan Tugu Golong-Gilig.
Keberadaan Tugu ini juga sebagai
patokan arah ketika Sri Sultan Hamengku Buwono I pada waktu itu
melakukan meditasi, yang menghadap puncak gunung Merapi. Bangunan Tugu
Jogja saat awal dibangun berbentuk tiang silinder yang mengerucut ke
atas, sementara bagian dasarnya berupa pagar yang melingkar, sedangkan
bagian puncaknya berbentuk bulat. Ketinggian bangunan tugu golong gilig
ini pada awalnya mencapai 25 meter.
Kondisi Tugu Yogya ini berubah
total pada 10 Juni 1867, di mana saat itu terjadi bencana alam gempa
bumi besar yang mengguncang Yogyakarta, yang membuat bangunan tugu
runtuh. Runtuhnya tugu karena gempa inilah yang membuat keadaan dalam
kondisi transisi karena makna persatuan benar-benar tak tercermin pada
bangunan tugu.
Pada tahun 1889, keadaan Tugu
benar-benar berubah, saat pemerintah Belanda merenovasi seluruh bangunan
tugu. Kala itu Tugu dibuat dengan bentuk persegi dengan tiap sisi
dihiasi semacam prasasti yang menunjukkan siapa saja yang terlibat dalam
renovasi itu. Bagian puncak tugu tak lagi bulat, tetapi berbentuk
kerucut yang runcing.
Ketinggian bangunan pun menjadi
lebih rendah, yakni hanya setinggi 15 meter atau 10 meter lebih rendah
dari bangunan semula. Sejak saat itulah, tugu ini disebut sebagai De Witt Paal atau
Tugu Pal Putih. Perombakan bangunan Tugu saat itu sebenarnya merupakan
taktik Belanda untuk mengikis persatuan antara rakyat dan raja, namun
melihat perjuangan rakyat dan raja di Yogyakarta yang berlangsung
sesudahnya, akhirnya upaya tersebut tidak berhasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar